Jumat, 08 November 2013

Nelayan Cemarajaya di usir Pertamina

Sejumlah nelayan asal
Desa Cemara Jaya, Kecamatan
Cibuaya, Kabupaten Karawang, Jawa
Barat, mengeluhkan soal aktivitas
pekerjaan di seputaran sumur bor
milik PT Pertamina PHE ONJW. Hal itu
dikarenakan tidak ada pemberitahuan
sebelumnya terkait pengerjaan itu.
Sehingga nelayan yang akan menabur
jaring ikan di dekat lokasi anjungan,
harus diusir petugas.
Warim (52 tahun), salah seorang
nelayan, mengatakan, sejak 28
Oktober yang lalu perusahaan BUMN
itu sedang ada aktivitas. Yakni,
penarikan kabel dan pemasangan pipa.
Akan tetapi, perusahaan pelat merah
itu tidak ada pemberitahuan kepada
nelayan soal pengerjaan tersebut.
Padahal, biasanya suka ada
pemberitahuan jauh-jauh hari, supaya
nelayan tidak menabur jaring udang di
lokasi proyek.
"Karena tak ada pemberitahuan,
makanya kami nekat menabur jaring.
Tapi, kami malah diusir petugas,"
ujarnya, kepada Republika, Ahad (3/11).
Padahal, nelayan sudah jauh-jauh pergi
untuk melaut. Tapi, setelah tiba di
lokasi untuk menabur jaring, nelayan
malah diusir. Akibatnya, nelayan tak
bisa menangkap udang.
Nelayan lainnya, Yani Yohanes (46
tahun), mengatakan, nelayan Cemara
Jaya biasa menabur jaring di dekat
anjungan milik Pertamina. Yakni,
dengan jarak antara empat sampai
lima kilometer. Jika tak ada proyek,
nelayan sering menangkap udang di
lokasi itu. Sebab, di situlah tempat
berkumpulnya biota laut tersebut.
"Yang kami sayangkan, kenapa tak ada
pemberitahuan pada kami. Apa
Pertamina lupa atau bagaimana,"
ujarnya.
Dengan kondisi pengusiran itu, hingga
kini nelayan urung melaut. Sebab, di
lokasi lain hasil tangkapannya sedikit.
Paling juga mendapatkan tiga
kilogram udang. Sedangkan, di lokasi
dekat anjungan itu hasil tangkapannya
minimalnya lima kilogram udang.
Padahal, saat ini harga udang sedang
bagus. Untukukuran 20, harganya
mencapai Rp 100 ribu per kilogram.
Sedangkan di bawah ukuran 20,
harganya variasi antara Rp 85-95 ribu
per kilogram.
"Jadi, untuk sementara waktu kami
istirahat dulu. Selagi Pertamina ada
proyek," jelasnya.
Sementara itu, Ketua HNSI Kabupaten
Karawang Tarpin Adinata, mengaku,
pihaknya telah berkoordinasi dengan
pihak-pihak terkait dengan
pengusiran nelayan ini. Sebenarnya,
nelayan tidak akan kecewa jika
perusahaan pemerintah itu
memberitahukan sebelumnya. Supaya,
para nelayan tidak nekad menabur
jaring di dekat lokasi anjungan.
"Tidak ada koordinasi dengan nelayan.
Karena ketidaktahuan ini, makanya
nelayan nekad melaut seperti biasa.
Ternyata, mereka harus pulang tanpa
hasil," jelasnya.
REPUBLIKA

Rabu, 30 Oktober 2013

Nelayan Cemarajaya Menolak Bantuan Pertamina, Kenapa?

Nelayan asal Desa Cemara Jaya, Kecamatan Cibuaya, Karawang, menolak bantuan dari PT Pertamina PHE ONJW. Pasalnya, bantuan itu tak sesuai dengan keinginan nelayan. 
Bentuk bantuan itu, berupa fullboks yang merupakan tempat untuk wadah ikan.
Padahal kebutuhan nelayan yaitu jaring untuk menangkap ikan.
Yani Yohanes (46 tahun), nelayan asal Kampung Cemara 2, Desa Cemarajaya, Kecamatan Cibuaya, mengatakan, 10 hari yang lalu, Pertamina PHE ONJW yang punya sumur minyak di sekitaran perairan laut Jawa di Kecamatan Cibuaya, memberikan bantuan CSR.
Nilainya Rp 100 juta Dan dari bantuan itu, 35 persennya diperuntukan bagi nelayan."Namun, kami nelayan tak dilibatkan dalam urusan bantuan itu," ujar Yani.

Yani menjelaskan, pembahasan bantuan itu sebelumnya tak pernah melibatkan nelayan. Tiba-tiba saja,
ketua kelompok kerja pemberdayaan masyarakat pesisir (KKPMP)

memberikan bantuan sebanyak 72 unit fullboks Tempat ikan kapasitas 25 kilogram itu, diberikan untuk juragan kapal nelayan) serta tengkulak (bakul).
Padahal, bila sebelumnya nelayan dilibatkan, sepertinya bantuan fullboks itu tidak akan terjadi.
Sebab, nelayan lebih membutuhkan jaring ketimbang wadah ikan yang terbuat dari fiber tersebut.
Apalagi, selama ada kegiatan seismik Pertamina, jaring-jaring nelayan banyak yang rusak. Akibat,
terpotong dan rusak oleh kegiatan itu. 
Akan tetapi, ketika Pertamina memberikan bantuan melalui program CSR, ternyata bantuannya tak seperti yang diharapkan oleh nelayan.
Atas kondisi itu, nelayan Cemara Jaya menolak bantuan tersebut. Tapi, bukan berarti menolak bantuan
Pertamina. Justru, yang ditolak itu bentuk bantuannya. Serta, nelayan menginginkan ada transparansi anggaran.
 
Nelayan lainnya, Muridin (46 tahun), mengaku, sebenarnya nelayan Cemara tidak menolak bantuan Pertamina. Nelayan, namun sangat berterimakasih dengan adanya bantuan itu.
Justru, penolakan ini terjadi karena ketua KKMP.
sebelumnya tidak melibatkan nelayan. Jadi, bantuan ini tak sesuai kebutuhan. Selain itu,
tidak ada transparansi anggaran.

Kami juga pertanyakan, sisa anggaran pembelian fullboks ini. Sebab, yang ada hanya 72 unit.
Satu unitnya Rp 340 ribu dan bukti pembelian fullboks tersebut" ujarnya.
Dengan harga seperti itu, berarti anggaran untuk membeli 72 unit fullboks sekitar Rp 24,5 juta.

Padahal, dari Rp 100 juta dana CSR Pertamina, 35 persennya untuk nelayan. Jadi nelayan ingin ada
kejelasan soal sisa bantuan itu.